Puasa bagi orang beriman Katolik diawali pada hari Rabu Abu dan masa puasa ini dilaksanakan selama 40 (empat puluh) hari sebelum perayaan Hari Raya Paskah. Pada perayaan pembukaan masa puasa ini, biasanya diterimakan abu di dahi/jidat setiap orang Katolik dari semua jenjang usia, bayi sampai dengan lansia. Penghayatan puasa/masa pra paskah selama 40 hari ini berdasarkan pada apa yang telah dilakukan dan dijalankan oleh Yesus Sang Guru dan Juru Keselamatan sebagaimana tertulis dalam Injil Matius, 4:1-11: Pencobaan di Padang Gurun. Bagi orang Katolik termasuk para siswa menjalankan puasanya  dimulai dari Rabu Abu sampai dengan Jumat Agung. Kedua moment ini menjadi awal dan akhir perjalanan ziarah rohani dan ret-ret agung dalam rangka pertobatan dan pembaharuan hidup terus menerus dan berkelanjutan bagi setiap orang Katolik. Spiritnya adalah melakukan tindakan refleksi dan aksi dengan tujuan tobat dan pembaharuan baik untuk diri maupun kebersamaan.

Perayaan Rabu Abu tahun 2025 ini secara khusus diadakan bagi para guru karyawan dan murid untuk  semua sekolah Katolik yang ada di Gereja Salib Suci, Paroki Cilincing. Meski misa khusus untuk sekolah, namun tetap terbuka bagi umat yang lain untuk hadir dan mengikuti perayaan ini di Paroki Cilincing yang dilaksanakan pada Rabu, 5 Maret 2025 pukul 10.00 WIB. Antusias para guru karyawan dan para murid dari  2  Yayasan sekolah Katolik yaitu Marsudirini dan Perkumpulan Strada dari jenjang TK sampai SMA/K hadir dalam perayaan ini.  Jumlah guru karyawan dan para murid serta umat yang hadir dalam perayaan ini memenuhi seluruh bagian gereja  bahkan ada yang di luar. Pemandangan seperti  ini menunjukkan semangat untuk memulai masa tobat dan pembaharuan diri. Tugas pelayanan dalam perayaan ini, koor oleh guru karyawan sekolah Strada (gabungan kompleks Bhayangkara dan Cilincing),  tatib dan parkir oleh guru karyawan sekolah Marsudirini.   Khusus tugas koor dari Strada dengan dirigen Ibu Yulita Gona dan peserta koor  kurang lebih 40 orang dengan iringan musik/organis  oleh Mba Etik. Tugas pelayanan ini dilaksanakan dengan baik dan lancar, memberikan dukungan yang baik guna menciptakan  suasana perayaan yang khusuk  dan penuh hikmat. Guru karyawan, para murid bersama orangtua dan umat yang hadir dengan tenang dan khusuk mengikuti perayaan rabu abu  dengan segena hati, perhatian dan fokus  dari awal hingga perayaan selesai.

Perayaan awal puasa, Rabu Abu ini dipersembahan oleh Romo Martinus Renda, CM. Romo Martin dalam pengantarnya mengajak  umat yang hadir agar dalam kerendahan hati masuk dalam situasi, memulai ret-ret agung sebagai jalan menuju tobat dan pembaharuan diri dalam penyertaan Tuhan. Dalam kotbahnya Romo Martin menegaskan 3 hal penting yaitu: pertama hal bersedekah/berderma.  Perbuatan baik dengan memberi sedekah atau berderma kepada orang lain yang membutuhkan, terutama mereka yang kurang beruntung, berkekurangan, lemah dan miskin,   tidak dilakukan untuk mencari perhatian dan pujian. Tetapi harus dilakukan dengan segenap hati tanpa harapan untuk mendapatkan imbalan apapun. Hal ini sejalan dengan tema permenungan pada masa prapaskah tahun ini yaitu: ”Kepedulian Lebih kepada Saudara/i yang Lemah dan Miskin”. Perlu disadari bahwa apa yang kita beri dan bagikan kepada orang lain merupakan perwjudan  dari apa yang kita terima dari Tuhan sendiri.  Karena apa yang kita beri adalah bagian dari anugerah Tuhan yang kita terima, maka jauhilah sikap sombong dan angkuh.  Hal ini perlu mendapat perhatian dan catatan penting karena seringkali orang bersedekah dan berderma dan tidak ketinggalan pula diikuti dengan berbagai aksi untuk diviralkan, jadi bahan konten dan praktek lainnya. Kedua, doa atau berdoa. Dalam hal doa,  lebih jauh Romo Martin mengingatkan bahwa doa atau berdoa merupakan bentuk komunikasi kita dengan Allah. Kemesraan dan keharmonisan bersama Tuhan tercipta karena orang menjalin komunikasi yang baik, intens dan mendalam. Manusia mengalami campur tangan Tuhan karena selalu membangun komunikasi denganNya dan juga Tuhan mengetahui  akan pergulatannya karena hal ini justeru menjadi bahan doa dan mohonnya manusia kepada Allah. Karena itu,  Tuhan pun mengetahui dan manusia mengalamiNya dalam hidupnya tiap hari. Doa atau berdoa membutuhkan kesiapan dan ketenangan hati agar hadir di hadapan Allah sepenuh hati pula. Perlu dibiasakan hidup doa dan berdoa baik secara pribadi atau bersama terutama bersama dengan anggota keluarga sebagai satu Gereja. Ketiga, puasa atau berpuasa. Puasa atau berpuasa biasanya berkaitan dengan tuntutan atau komitmen untuk melakukan atau menjalani sesuatu misalnya tidak makan ataupun minum baik secara total ataupun sebagian. Dalam hal ini Romo Martin mengingatkan bahwa praktek puasa hendaknya tidak dilakukan dalam kemunafikan tetapi berjalan dalam kesadaran diri, sepenuh hati dan kerendahan hati. Puasa tidak saja terkait dengan tidak makan atau minum, tetapi lebih dari itu adalah kemauan dan komitmen untuk mengendalikan diri,  menahan diri terhadap banyak hal negatif yang ada di sekitar kita. Kita berusaha untuk mengarahkan diri pada kebaikan dan  kebenaran di dalam Tuhan yang menyelamatkan.   Dan untuk melakukan ketiga hal di atas, maka sumbernya  adalah HATI. Semua bergerak dan tergerak dari  hati yang dalam dan ikhlas sehingga  menghasilkan kebaikan-kebaikan penuh berkat.

Setelah homili/kotbah, dilanjutkan dengan doa, pemberkatan dan penerimaan abu. Semua yang hadir dalam perayaan ini dengan tenang dan teratur maju dalam  barisan menuju imam atau prodiakon untuk menerima penandaan abu di dahi/jidat berbentuk tanda salib. Penandaan abu di dahi ini memberikan amanat dan pesan bahwa sesunguhnya manusia dicipatakan dari abu tanah dan akan kembali menjadi abu dengan kematian manusia. Bahwa tidak ada seorang manusiapun yang akan hidup seterusnya di dunia ini. Pada batas usia tertentu manusia akan mengalami kematian, semuanya termasuk hidup kita saat ini hanyalah sementara. Karena bersifat sementara, maka harus ditata, diatur, dikendalikan dan dikelola dengan baik agar semua berakhir dalam kebaikan supaya mendatangkan berkat dan keselamatan. Dan dalam konteks awal puasa dan usaha menjalani puasa ke depan,  dibutuhkan pertobatan dan pembaharuan diri, hidup dan karya. Perlu diniatkan dalam berbagai hal dan perilaku agar terjadi perubahan ke arah yang lebih baik sebagai buah dari  ziarah dan ret-ret agung selama 40 hari ini. Dan pada akhirnya buah tobat dan pembaharuan ini menjadi persembahan kita untuk merayakan Paskah dan Bangkit bersama Kristus yang Bangkit Jaya. Kuasa kegelapan dan maut dalam segala bentuknya terkalahkan dan kita hidup dalam “KESELAMATAN. Tugas pelayanan pada perayaan rabu abu terselesaikan dengan baik dan lancar dari sebelum perayaan dimulai, pembukaan sampai dengan penutup.  Semoga ini menjadi tanda akan lancarnya umat Katolik memasuki dan menjalani masa puasa/prapaskah, ret ret agung dengan lancar pula  dan dapat menghasilkan buah kebaikan untuk diri dan sesama menuju persatuan dengan Tuhan.

Sebarkan artikel ini